Sumber: www.thebalancesmb.com |
Yang Perlu Diingat: Tidak Ada yang Abadi
Oleh: Muhammad Abdullah ‘Azzam
Mungkin sudah hampir 1 tahun sepertinya, saya kembali terjun ke dunia bisnis setelah sempat vakum selama masa pandemic. Ya gimana, awal-awal pandemic nyaris tidak bisa melakukan apa-apa karena karantina, dan karantina pun dilakukan jauh dari domisili/kantor. Nyaris hilang sepertinya feel dan sensasi ketika menangani atau mengambil pilihan soal transaksi, sama persis seperti orang lama tidak naik sepeda. Tetapi setelah kembali pun sepertinya tidak banyak yang berubah.
Dunia bisnis adalah sesuatu yang dimiliki peradaban manusia yang sangat dekat dengan rantai makanan di alam liar. Ya mudah saja karena memang disana antar perusahaan saling berebut, menjatuhkan, bersaing kalau kata keren dan mudah=nya mah. Tetapi ya mau bagaimana? Hukum ekonomi sendiri bersabda kalau konsep kelangkaan adalah keniscayaan. Sumber daya yang tersedia sejatinya tidak bisa memenuhi kebutuhan semua orang. Sederhananya, bisa saja dibayangkan apa jadinya kalau tiba-tiba terdapat 7 milyar mobil menyesaki bumi ini, entah apa jadinya. Dari konsep kelangkaan inilah akhirnya terbentuk interkasi ekonomi, produsen menawarkan barang dan jasa, konsumen memiliki kekuatan memilih.
Sejatinya system perekonomian yang dominan saat ini adalah pasar bebas, semua bisa ikut serta, semua bisa ikut memperoleh jatah kue ekonomi masing-masing. Pasar ini bebas, namun kompleks, ummat manusia siapapun mereka berhak memilih mereka mau ikut serta di bagian mana. Maka sangat wajar ketika akhirnya terdapat komunitas dengan variasi okupasi yang bermacam, dan dengan variasi inilah akhirnya tumbuh sebuah transaksi ekonomi.
Dengan analogi sederhana kita bisa ibaratkan 2 orang, yaitu pak A dan ibu B, pak A adalah seorang guru swasta berpenghasilan tetap bulanan, bu B adalah pemilik warung kelontong. Bu B memiliki anak yang sekolah dan diajar oleh pak A, otomatis bu B harus membayar biaya sekolah. Sebagian biaya sekolah itu dialokasikan oleh manajemen sekolah untuk menggaji pak A. dari gajinya, pak A memenuhi kebutuhan hidupnya dengan membeli kebutuhan di warung bu B, dan proses ini berulang dan terus berulang.
Maka sejatinya, dalam sudut pandang bisnis yang beneran, setiap komponen dalam perekonomian selalu memiliki valuasinya masing-masing. Mulai dari peminta-minta, tukang parker, tenaga professional, karyawan rendahan hingga CEO bahkan investor, mereka semua memiliki nilai dan nilai ini bisa digali melalui transaksi ekonomi antar komponen tersebut.
Bayangkan saja sebuah dunia dimana semua orang menjadi wirausaha, atau semua orang menjadi pegawai. Tidak aka nada istilahnya pertumbuhan, perkembangan dan pembangunan ekonomi karena tidak ada yang bisa dieksplore disana. Sesakti apapun CEO dia tetap membutuhkan karyawan, sesukses apapun pengusaha dia membutuhkan karyawan yang digaji. Sebanyak apapun gaji yang dihasilkan PNS mereka memerlukan bakul pentol di sebelah rumah, dan seberapa banyak padi yang dihasilkan petani akan pahit jika tiada yang membeli.
Inilah yang kadang, industry yang mengklaim dirinya modern, menjanjikan, kunci sukses, kaya bersama, atau apalah tagline nya, lupa melihat realitas semacam ini. Struktur ekonomi saat ini terlalu besar untuk dikelola oleh perusahaan anda semata, dan perusahaan anda dengan segala janji-janji entah dalam bentuk membership atau benefit pekerja, masih membutuhkan kantong-kantong pekerja bahkan pekerja rendahan untuk dapat hidup. Maka saya sendiri sangat tertarik saat Robbins dalam bukunya Management menjelaskan, bahwa manajemen itu seni untuk mengelola. Tidak ada istilah “pasti berhasil” dalam manajemen apalagi manajemen bisnis. Setiap orang memiliki touch-nya masing-masing, dan setiap lingkungan memiliki challenge nya masing-masing.
Akhirnya muncul pertanyaan disini, lantas kenapa pernyataan “berhentilah jadi karyawan” masih sangat umum digaungkan oleh mereka yang konon katanya motivator bisnis? Apa ya dia lupa kalau dibawahnya dia bisa jadi ada ribuan karyawan lebih bekerja untuknya. Hell bahkan ketika dia menyampaikan dan mengisi materi seminar, dalam seminar itu saja sudah terdapat operator, MC, penyedia jasa catering dan cleaning service yang memastikan venue seminar berish dan siap digunakan! Bahkan seminar online (webinar) sekalipun didalamnya sistemnya terdapat ribuan orang yang memastikan sesuatu bernama “internet” bisa berjalan mulus. Dikira zoom tidak punya karyawan apa gimana?
Maka disini saya mengajak semua komponen, terutama mereka yang berada di sisi “membutuhkan revenue” agar bisnis nya berjalan, untuk coba kembali ke sense dasar sebuah bisnis. Kita membutuhkan, siapapun mereka, yang bisa memberikan benefit kepada kita. Karena perlu diingat, meskipun banyak perusahaan memaksakan monopoli, konsumen tetap memiliki pilihan, dan kekuatan pilihan ini sangat luar biasa. Masih ingat betapa memalukannya aplikasi chat sebesar whatsapp harus bikin status klarifikasi hanya karena mungkin kesalahpahaman user dalam membaca terms and agreements yang baru? Ya, dan ini adalah aplikasi yang sudah digunakan lebih dari 1 milyar orang.
Maka disini siapapun anda, yang mungkin menemukan tulisan ini, dalam bisnis anda selalu memiliki sebuah pilihan, kita selalu memiliki sebuah pilihan. Pilihannya adalah, apakah anda akan berkata “iya” atau “tidak” atau mungkin “tidak” dengan cara halus. Pilihan ini adalah senjata yang sangat kuat yang akhirnya, mungkin bisa membuat mereka yang “lebih memilih” menganggap diri paling benar akhirnya bangkrut. Karena inilah, mau promosi semacam apapun juga, kalau pasar berkata tidak, apa yang bisa dilakukan?
Kemudian bagi mereka yang ada di spectrum bisa mengklaim profesi karyawan adalah tidak berguna, berbisnis saja, atau apalah, padahal sejatinya mereka cuman jadi “member” yang sejatinya adalah “karyawan” cuman dengan nama lebih fancy aja, mungkin sudah saatnya kita hati-hati dalam memilih dan bersikap. Calon konsumen, member atau apapun yang anda sebut bagi mereka, memiliki kekuatan yang tidak ada sebelumnya, kekuatan mencari dan mengumpulkan informasi.
Ini yang harus benar-benar anda perhatikan, karena saat calon konsumen sudah mendapatkan informasi tentang kelakuan anda, bisa anda rasakan bagaimana mereka lari sebelum anda sempat mengiklankan dan memprospek mereka menjadi pelanggan anda. Anda juga bisa bangkrut, dan konsep sederhana dari kebangkrutan adalah saat calon konsumen tidak lagi peduli dengan anda.
Terakhir sekali.
I hate MLM.
Wallahu ‘Alam
No comments:
Post a Comment